KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur kami mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “perekonomian
Kerakyatan”. Penulisan makalah ini bertujuan sebagai penunjang mata kuliah
Sistem Ekonomi Indonesia yang nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk menambah
wawasan dan pengetahuannya.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini mungkin banyak terdapat
kesalahan-kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritikan-kritikan dari pembaca dan mudah-mudahan makalah ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan dan dapat bermanfaat bagi kita semua.
BEKASI,OKTOBER 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................
2
DAFTAR
ISI......................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................
4
1.1 Latar
Belakang...............................................................................................
5
1.2 Rumusan
Masalah..........................................................................................
5
1.3
Tujuan............................................................................................................
5
1.4
Manfaat..........................................................................................................
5
BAB II KAJIAN
PUSTAKA..............................................................................
6
2.1 KONSEP EKONOMI KERAKYATAN.................................................... 6
2.2 KONSEP EKONOMI LIBERAL .............................................................
7
BAB III
PEMBAHASAN...........................................................................................
14
3.1 SEJARAH PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA..................................................................................................
14
3.2 EKONOMI KERAKYATAN VS EKONOMI LIBERAL..........................................................................................................
14
BABIV PENUTUP
4.1
KESIMPULAN..........................................................................................15
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dewasa ini, banyak perdebatan
tentang konsep ekonomi yang diterapkan di Indonesia yaitu antara sistem ekonomi
kerakyatan atau sistem ekonomi liberal. Dengan adanya konflik ini banyak sekali
bermunculan pendapat-pendapat yang pro dan kontra mengenai sistem apa yang
seharusnya diterapkan di Indonesia.
Dengan pembuatan makalah ini
diharapkan kita dapat mengetahui pengertian ekonomi kerakyatan dan ekonomi
liberal secara lebih konkrit. Selain itu,
kita dapat mengetahui kelebihan serta kelemahan dari kedua konsep ekonomi
tersebut. Dalam makalah ini juga
dijelaskan mengenai sejarah perkembangan sistem ekonomi yang ada di
Indonesia, sebelum menyimpulkan konsep ekonomi apa yang dapat diterapkan di
Indonesia..
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian konsep ekonomi kerakyatan menurut para ahli?
2.
Apa tujuan dari ekonomi kerakyatan ?
3.
Apa pengertian konsep ekonomi liberal menurut para ahli?
4.
Bagaimana ciri-ciri dari ekonomi liberal?
5.
Apa kelebihan dan kelemahan ekonomi liberal?
6.
Bagaiman sejarah perkembangan perekonomian Indonesia?
7.
Bagaimanan ekonomi kerakyatan vs ekonomi liberal
1.3
TUJUAN DAN MANFAAT
1. Memberi
pelatihan berbasis kompetensi untuk mengembangkan keterampilan mengamati dan
mendokumentasikan semua aspek yang berkaitan dengan ekonomi kerakyatan dan
ekonomi liberal.
2.
Mengetahui pengertian ekonomi kerakyatan.
3.
Mengetahui pengertian ekonomi liberal.
4.
Mengetahui kelebihan dan kelemahan ekonomi kerakyatan dan ekonomi liberal.
5.
Mengetahui sistem ekonomi mana yang cocok diterapkan di Indonesia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
KONSEP EKONOMI KERAKYATAN
2.1.1 Pengertian Konsep
Ekonomi Kerakyatan
Pengertian konsep ekonomi
kerakyatan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Prof. Dr. Mubyarto, Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM
Sistem
ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berasas kekeluargaan,
berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh–sungguh pada ekonomi
rakyat. Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan juga sebagai
ekonomi jejaring (network) yang menghubung–hubungkan
sentra–sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya jejaring pasar domestik diantara sentara dan pelaku usaha masyarakat.
sentra–sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya jejaring pasar domestik diantara sentara dan pelaku usaha masyarakat.
Ekonomi rakyat adalah kegiatan
atau mereka yang berkecimpung dalam kegiatan produksi untuk memperoleh
pendapatan bagi kehidupannya. Mereka itu adalah petani kecil, nelayan,
peternak, pekebun, pengrajin, pedagang kecil dan lain-lain, yang modal usahanya
merupakan modal keluarga yang kecil, dan pada umumnya tidak menggunakan tenaga
kerja dari luar keluarga. Tekanan dalam hal ini adalah pada kegiatan produksi,
bukan konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan
ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas
yaitu pabrik atau perusahaan.
Demikian meskipun sebagian
yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil Menengah) dapat dimasukkan ekonomi
rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut
sebagai ”usaha” atau ”perusahaan” (firma) seperti yang dikenal dalam ilmu
ekonomi perusahaan.
2.
Menurut Bung Hatta
Bung Hatta dalam Daulat
Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya,
sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di
Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
“Ekonomi
Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali idesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31).”
3.
Menurut Alfred Masrshall
Ekonomi Rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena
merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak
secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting dalam
perekonomian nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ekonomi kerakyatan
disebut sektor informal, “underground economy”, atau “ekstralegal
sector”. Alfred Marshall bapak ilmu ekonomi Neoklasik (1890) memberikan
definisi ilmu ekonomi sebagai berikut :
Economics is a study of men as
they live and move and think in the ordinary business of life. But it concerns
itselft chiefly with those motives which affect, most powerfullly and most
steadily, man’s conduct in the business part of his life. (Alfred Marshall, Priciples of Economic, Macmillan, 1948, op.cit. hal 14).
4.
Menurut Konvensi ILO169 tahun 1989
Secara
ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah
ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat lokal dalam
mempertahan kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan berdasarkan
pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal dalam mengelola lingkungan dan
tanah
mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi subsisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan kerajinan tangan dan industri rumahan.
mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi subsisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan kerajinan tangan dan industri rumahan.
Semua
kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis
masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya
sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi sumber daya alam yang
ada.
2.1.2 Tujuan Ekonomi
Kerakyatan
Tujuan yang akan dicapai dari penguatan
ekonomi kerakyatan adalah untuk melaksanakan amanat konstitusi, khususnya
mengenai:
1.
Perwujudan tata ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama yang berasaskan
kekeluargaan yang menjamin keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia
(pasal 33 ayat 1).
2.
Perwujudan konsep Trisakti “Berdikari di bidang ekonomi, berdaulat di bidang
politik, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.”
3.
Perwujudan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup rakyat banyak dikuasai negara (pasal 33 ayat 2).
4.
Perwujudan amanat bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2).
Adapun tujuan khusus yang akan
dicapai adalah untuk:
1.
Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat secara politik,
dan berkepribadian yang berkebudayaan.
2.
Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
3.
Mendorong pemerataan pendapatan rakyat.
4.
Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional.
2.2 KONSEP
EKONOMI LIBERAL
2.2.1 Pengertian Konsep
Ekonomi Liberal
Pengertian konsep ekonomi
liberal menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
- Menurut Adam Smith
Salah satu tokoh penemu
ekonomi klasik, ekonomi liberal adalah suatu sistem ekonomi yang mempunyai
kaitannya dengan "kebebasan (proses) alami." Meskipun demikian, Smith
tidak pernah menggunakan penamaan paham tersebut.
Sedangkan konsep kebijakan
dari ekonomi (globalisasi) liberal ialah sistem ekonomi bergerak ke arah menuju
pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam era globalisasi
yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.
- Menurut Niccolo Machiavelli (Florence, 1469-1527)
Dia adalah seorang tokoh
liberal terbaik yang dikenal dengan pendapatnya, II Principe. Dia adalah
pendiri realis filosofi politis yang mendukung pemerintahan republik, angkatan
perang negara, divisi kekuasaan, perlindungan milik perorangan, dan pengekangan
pembelanjaan pemerintah sebagai kebebasan suatu republik.
Ia menulis secara ekstensif
pada kebutuhan individu sebagai suatu karakteristik yang penting sebagai
kepemerintahan yang stabil. Ia berargumentasi bahwa sebaik-baiknya kebebasan
individu masih perlu dilindungi oleh legitasi serta regulasi yang baik dari
pemerintah. Dan bahwa orang-orang yang bisa memimpin hukum dengan benar
hanyalah orang-orang yang segala ambisi dan keegoisannya bisa dihilangkan dalam
memelihara kebebasannya tersendiri. Dia berpendapat bahwa realisme adalah pusat
gagasan dalam pelajaran politis dan mengutamakan kebebasan republik (individu)
dibawah prinsip.
- Menurut Desiderius (Belanda, 1944-1536)
Dia adalah seorang tokoh liberal yang dikenal sebagai orang yang
berperikemanusiaan. Dia berkata bahwa masyarakat Erasmusian melintasi Eropa
sampai pada taraf tertentu sebagai jawaban atas pergolakan reformasinya. Ia
berhadapan dengan kebebasan berkehendak. Dalam karyanya De Libero Arbitrio
Diatribe Sive Collatio (1524), ia meneliti dengan kepintaran dan kejeniusannya
untuk menghapus keterbatasan hidup sebagai pernyataan atas kebebasan manusia.
2.2.2 Ciri-ciri Ekonomi Liberal
Ciri-ciri dari ekonomi liberal adalah sebagai
berikut:
1.
Setiap orang bebas memiliki sumber-sumber produksi termasuk barang modal.
2.
Setiap orang bebas menggunakan barang dan jasa yang dimilikinya.
3.
Pemerintah tidak melakukan intervensi (campur tangan) secara langsung dalam
kegiatan ekonomi.
4.
Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya
produksi dan masyarakat pekerja (buruh).
5.
Timbul persaingan dalam masyarakat yang dilakukan secara bebas, terutama
aktivitas ekonomi dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atau laba.
6.
Oleh karena persaingan bebas, modal menjadi berperan penting dalam kegiatan
ekonomi.
7.
Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar dan pasar merupakan dasar dari
setiap tindakan ekonomi.
2.2.3 Kebaikan Ekonomi Liberal
Beberapa kebaikan dari konsep
ekonomi liberal, antara lain:
1.
Setiap individu bebas memiliki kekayaan dan sumber-sumber daya produksi, yang
nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat dalam perekonomian.
2.
Menumbuhkan inisiatif dan kreatifitas masyarakat dalam mengatur kegiatan
ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu perintah / komando dari
pemerintah.
3.
Muncul barang-barang yang bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat
antar masyarakat sehingga barang yang kurang bermutu tidak akan laku di
pasaran.
4.
Efisiensi dan efektivitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan
atas motif ekonomi.
2.2.4 Kelemahan Ekonomi Liberal
Beberapa kelemahan dari
ekonomi liberal, antara lain:
1.
Pemilik sumber daya produksi atau pemilik modal mengeksploitasi golongan
pekerja. Sehingga orang kaya akan semakin kaya dan yang miskin semakin
miskin.
2.
Monopoli yang dilakukan perusahaan dapat merugikan masyarakat.
3.
Sulit melakukan pemerataan pendapatan.
4.
Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karea pengerahan sumber daya oleh
individu sering salah.
5.
Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat jika birokratnya korupsi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
SEJARAH PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA
Sebelum mengetahui sistem ekonomi
yang cocok diterapkan di Indonesia terlebih dahulu kita mengetahui sistem
perekonomian yang pernah terjadi di Indonesia.
1.
ORDE LAMA
Pada masa orde lama di bagi menjadi tiga masa
yaitu:
a. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain
disebabkan oleh inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih
dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara
waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku yaitu mata uang De
Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah mata uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Selain banyaknya mata uang yang beredar, keadaan ekonomi keuangan yang amat
buruk juga disebabkan adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November
1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI, kas negara yang kosong,
dan eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
b. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai
teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer.
Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha
non-pribumi.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi antara lain:
1. Gunting Syarifuddin yaitu pemotongan nilai uang
(sanering) 20 Maret 1950 untuk mengurangi jumlah uang beredar.
2. Progam Benteng (Kabinet Natsir) yaitu upaya
menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong impotir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu
dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi. Selain itu
memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi, agar dapat berpartisipasi
dengan perkembangan ekonomi nasional. Namun, usaha ini gagal, karena sifat
pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tidak bisa bersaing dengan
pengusaha non-pribumi (Cina).
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada tanggal 15 Desember 1951 lewat UU 24 Tahun 1951 dengan fungsi sebagai
bank sentral dan bak sirkulasi.
4. Sistem
Ekonomi Ali-Baba (Kabinet Ali Sastroamijoyo I) yaitu penggalangan
kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi
diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini
tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman
sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
c. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1867)
Sebagai akibat dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan
sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah).
Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah di masa ini antara lain:
1. Devaluasi
yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai mata uang antara lain uang
kertas pecahan Rp 500,00 menjadi Rp50,00 dan uang Rp 1000,00 menjadi Rp 100,00.
2.
Pembentukan Deklarasi Ekonomi untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi
prekonomian di Indonesia.
3.
Pemerintah tidak menghemat pengeluarannya malah banyak melaksanakan
proyek-proyek mercusuar.
Kebijakan-kebijakan di atas belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi di
Indonesia dan ini merupakan salah satu akibat karena menggunakan sistem
demokrasi terpimpin yang bisa diartikan Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis)
baik dalam politik, ekonomi, maupun bidang lainnya.
2.
ORDE BARU
Setelah melihat pengalaman
masa lalu, di mana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha
pribumi kalah bersaing dengan pengusaha non-pribumi dan sistem etatisme tidak
memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka
sistem ekonomi Demokrasi Pancasila.
Di bawah kekuasaan Soeharto
(1965-1998), Indonesia menjadi pelaksana teori petumbuhan Rostow yaitu:
1.
Tahap I: Masyarakat Tradisional.
2.
Tahap II: Pra Kondisi untuk Tinggal Landas.
3.
Tahap III: Tinggal Landas.
4.
Tahap IV: Menuju Kedewasaan.
5.
Tahap V: Konsumsi Massa Tinggi
Ini terbukti adanya
pembangunan lima tahunan yang dikenal dengan PELITA (Pembangunan Lima Tahunan).
Hasilnya pada tahun1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka
kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat, dan industrialisasi
meningkat pesat. Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran
lingkungan, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar
kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, penumpukan utang luar negeri,
dan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat dengan KKN. Pembangunan
hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa di imbangi kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial yang adil.
Namun, pada tanggal 21 Mei
1998, Indonesia mengalami krisis moneter yang membuat Soeharto lengser.
Indonesia belum sempat menuju tahap Tinggal Landas malah kemudian meninggalkan
landasannya hingga lupa pijakan ekonominya rapuh dan mulai hancur.
3.
ORDE REFORMASI
Pada masa reformasi juga dapat
dibagi sebagai berikut:
1.
Masa Kepemimpinan BJ. Habibie
Pemerintahan presiden
BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang
cukup tajam dalam ekonomi.
2.
Masa Kepemimpinan Abdurrahman Wahid
Di masa ini belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan
negara dari keterpurukan. Padahal ada berbagai persoalan ekonomi yang diwarisi dari
orde baru antara lain masalah KKN, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan
mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedeudukan diganti
oleh Megawati.
3.
Masa Kepemimpinan Megawati Soekarno Putri
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan
ekonomi antara lain:
b.
Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5.8 milyar pada pertemuan Paris
Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3
triliun.
c.
Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di
dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1%. Namun kebijakan
ini memicu banyak kontroversi karena BUMN diprivatisisasi, dijual ke perusahaan
asing.
4.
Masa Kepemimpinan SBY-JK
Kebijakan kontroversial pertama SBY adalah mengurangi subsidi BBM atau
dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelaki oleh naiknya
harga minyak dunia. Anggarn subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan,
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Lalu kebijakan kontroversial kedua yakni BLT (Bantuan Lngsung
Tunai) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang
berhak mendapatkannya. Ada yang mengaku masyarakat miskin sehingga menerima BLT
tersebut, serta sistem pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Pada bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi seluruh sisa utangnya pada IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun, wacana untuk berhutang lagi ke
luar negeri kembali mencuat setelah laporan bahwa kesenjangan ekonomi antar
penduduk kaya dan mislin menjadi tajam dan jumlah penduduk miskin meningkat
dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 jutajiwa di bulan Maret
2006.
Hal ini disebabkan karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih
kurang (perbankan masih suka menyimpan dan di SBI), sehingga kinerjanya kurang
dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu birokrasi pemerintah terlalu
kental sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja negara dan daya serap.
Jadi di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negeri,
tetapi di pihak lain kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
3.2
EKONOMI KERAKYATAN VS EKONOMI LIBERAL
Ekonomi Kerakyatan
Menjelang pemilihan presiden,
istilah ekonomi kerakyatan mulai ramai menjadi bahan perbincangan umum dan
diskusi publik. Beberapa kandidat yang bertarung kali ini menyatakan dirinya
sebagai pendukung ekonomi kerakyatan dengan caranya masing-masing. Ini
sebetulnya tanda baik, karena kini isu ekonomi menjadi tema pokok dalam
pemilihan presiden.
Tetapi masalahnya, istilah
ekonomi kerakyatan ini cukup membingungkan karena dipahami secara amat
terbatas. Hal itu terjadi karena istilah ekonomi kerakyatan digunakan sebagai
slogan politik yang digunakan untuk menarik pemilih ketimbang sebagai suatu
rumusan paket kebijakan ekonomi yang utuh.
Istilah ekonomi kerakyatan
disodorkan oleh para penganjurnya sebagai paham ekonomi yang berpihak kepada
rakyat. Berbagai macam pertanyaan timbul antara lain. Mungkin yang dimaksudkan
adalah rakyat miskin. Jadi, ekonomi kerakyatan adalah paham ekonomi yang
berpihak kepada rakyat miskin. Dalam konteks ini, tampaknya istilah ekonomi
kerakyatan sengaja digunakan sebagai tandingan atas ekonomi yang dipersepsikan
kurang berpihak kepada rakyat miskin.
Pertama-tama, istilah ekonomi
kerakyatan tidak dikenal dalam literatur ekonomi dan ekonomi politik. Yang
terdapat dalam pembahasan ekonomi adalah kategorisasi suatu populasi
berdasarkan pendapatannya. Maka, kemudian dikenal adanya masyarakat
berpendapatan tinggi atau kaya dan masyarakat berpendapatan rendah atau miskin.
Kedua, berdasarkan kategori tersebut kemudian dibuat analisis dampak dari suatu
kebijakan ekonomi terhadap masyarakat yang tingkat pendapatannya berbeda.
Hasilnya, dampak kebijakan
ekonomi dirasakan berbeda-beda pada kelompok masyarakat berdasarkan tingkat
pendapatan, gender, dan umur. Bayangkan suatu kebijakan ekonomi dalam bidang
pertanian. Ada dua kelompok petani yaitu yang kaya dan yang miskin. Petani yang
lebih kaya dapat mengadopsi bibit baru dan meningkatkan produksinya. Dan karena
produksi meningkat, harga cenderung turun. Sementara itu, petani miskin tidak
dapat membeli bibit baru sehingga produksinya tidak bertambah dan pendapatannya
tetap atau bahkan berkurang. Dari contoh ini dapat ditarik kesimpulan suatu
kebijakan ekonomi akan memberikan dampak yang berbeda terhadap dua kategori
masyarakat dengan tingkat pendapatan yang tidak sama.
Pertumbuhan ekonomi yang
selama ini terjadi tidak mengubah ketimpangan, karena proporsi manfaat
pertumbuhan dirasakan sama oleh masyarakat kaya dan miskin. Sumber daya
masyarakat miskin terbatas, maka tidak mengherankan jika pertumbuhan ekonomi
kemudian lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kaya karena mereka memiliki
lebih banyak sumber daya.
Dari kenyataan tersebut
kemudian dirumuskan suatu kebijakan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat
miskin. Tujuannya, agar kelompok ini dapat menikmati pertumbuhan ekonomi secara
lebih baik dan mereka juga dapat lebih jauh terlibat dalam aktivitas ekonomi.
Inilah yang dikenal sebagai pro-poor growth (kebijakan
pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin).
Asal-usul kebijakan ekonomi
ini berawal dari kegagalan pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan dan
mengabaikan distribusi. Kebijakan ekonomi ini dapat dilacak pada 1970-an ketika
Chenery dan Ahluwalia mengenalkan konsep "pertumbuhan dengan
pemerataan". Pada 1990-an Bank Dunia mengadopsi model tersebut dan
memberikan nama broad-based growth (pertumbuhan dengan basis yang luas).
Dalam World Development Report yang diterbitkan pada 1990 oleh Bank
Dunia, istilah ini tidak pernah didefinisikan. Hingga akhirnya pada 1990-an,
istilah broad-based growth berubah menjadi pro-poor growth.
Elemen penting yang saling terkait dalam pertumbuhan yang berpihak kepada
rakyat miskin: pertumbuhan, kemiskinan, dan ketimpangan.
Intinya, kebijakan ini
berupaya mengurangi kemiskinan dan ketimpangan melalui pertumbuhan ekonomi yang
lebih berpihak secara jelas. Pro-poor growth sengaja dirancang
untuk memberikan kesempatan lebih banyak bagi masyarakat miskin untuk terlibat
dan menikmati hasil pembangunan. Caranya dengan melibatkan masyarakat miskin
dalam kegiatan ekonomi, agar mereka mendapatkan manfaat dari kegiatan ekonomi.
Selain itu, kebijakan ini
memerlukan dukungan politik yang kuat karena biasanya menyangkut sektor publik
yang menyedot dana besar seperti bidang pendidikan, kesehatan, keluarga
berencana, akses kredit atau modal, dan promosi UMKM.
Di sini kita ambil contoh
yaitu masalah:
1.
UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah)
UMKM sebagai sektor ekonomi
nasional yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi kerakyatan.
UMKM merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia
dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis,
serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi.
Selain menjadi sektor usaha
yang paling besar kontribusinya terhadap pembangunan nasional, UMKM juga
menciptakan peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri,
sehingga sangat membantu upaya mengurangi pengangguran. Selain itu, UMKM selalu
menjadi isu sentral yang diperebutkan oleh para politisi dalam menarik simpati
massa.
Sebagai poros kebangkitan
perekonomian nasional UMKM ternyata bukan sektor usaha yang tanpa masalah.
Selain masalah permodalan yang disebabkan sulitnya memiliki akses dengan
lembaga keuangan karena ketiadaan jaminan (collateral), salah satu
masalah yang dihadapi dan sekaligus menjadi kelemahan adalah kurangnya akses
informasi, khususnya informasi pasar.
Dalam menghadapi mekanisme
pasar yang makin terbuka dan kompetitif, penguasaan pasar merupakan prasyarat
untuk meningkatkan daya saing UMKM. Agar UMKM di Indonesia dengan segala
keterbatasannya dapat berkembang, perlu dukungan berupa pelatihan dan
penyediaan fasilitas. Tentu saja tanggung jawab terbesar untuk memberikannya
adalah pemerintah.
Salah satu gagasan adalah
perlunya dibuat pusat komunikasi bisnis berbasis web di setiap daerah
untuk memfasilitasi UMKM dalam mengembangkan jaringan usahanya. Pusat
komunikasi bisnis berbasis web ini perlu dibangun di setiap kabupaten atau di
setiap kecamatan. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa sebagian besar UMKM
berlokasi di desa-desa dan kota-kota kecamatan, serta belum mampu untuk
memiliki jaringan internet sendiri apalagi memiliki website.
Padahal untuk pengembangan
usaha dengan akses pasar global harus memanfaatkan media virtual. Pusat
komunikasi bisnis berbasis web ini akan memudahkan UMKM dalam memperluas pasar
baik dalam negeri maupun luar negeri dengan waktu dan biaya yang efisien.
Sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat UMKM dan tenaga kerja yang terlibat
di dalamnya akan meningkat dan secara bersinergi akan berdampak positif
terhadap keberhasilan pembangunan nasional.
2.
Pendidikan
Kebijakan mendorong pendidikan
tidak dapat dinikmati secara cepat. Program pendirian sekolah secara massif
pada 1970-an terbukti memberikan dampak positif bagi pertumbuhan sumber daya
manusia. Untuk setiap sekolah dasar yang didirikan bagi 1.000 anak, berhasil
ditingkatkan rata-rata tingkat pendidikan dari 0,12 menjadi 0,19 (Duflo 2001).
Peningkatan diikuti peningkatan pendapatan dari 1,5 menjadi 2,7. Intinya,
bertambahnya tingkat pendidikan meningkatkan pendapatan, karena tingkat
pengetahuan dan keterampilan meningkat.
Kebijakan ekonomi akan
berpihak kepada rakyat miskin, jika pemerintah memberikan alokasi lebih banyak
dalam bidang pendidikan dan juga secara khusus menyusun kebijakan pendidikan
bagi masyarakat miskin, sehingga dapat dikatakan pemerintah sudah mengadopsi
kebijakan yang memihak masyarakat miskin. Kebijakan dalam pendidikan ini akan
lebih baik lagi jika didukung oleh kebijakan lainnya dalam bidang peningkatan
nutrisi bagi masyarakat miskin.
Bagi masyarakat miskin,
kecukupan nutrisi masih menjadi barang mewah. Padahal kebutuhan nutrisi yang
minimum amat diperlukan agar anak-anak miskin dapat mengikuti pelajaran dengan
baik. Tanpa nutrisi yang baik, konsentrasi anak-anak miskin tidak bertahan lama.
Kebijakan ekonomi yang memihak masyarakat miskin mesti dijalankan dengan serius
dan bukan sekadar slogan politik. Bantuan yang sifatnya karitatif tidak akan
banyak membantu pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Negeri ini membutuhkan kebijakan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin
yang komprehensif, karena dua alasan penting yaitu menjaga pertumbuhan ekonomi
jangka panjang dengan meningkatnya kualitas SDM, dan memperkecil ketimpangan.
Berkaitan
dengan uraian diatas, agar sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada
tingkat wacana, sejumlah agenda konkret ekonomi kerakyatan harus segera
diangkat kepermukaan. Secara garis besar ada lima agenda pokok ekonomi
kerakyatan yang harus segera diperjuangkan. Kelima agenda tersebut anta lain:
1.
Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran denga tujuan utam memerangi paktek
KKN.
2.
Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme.
3.
Persaingan yang berkeadilan (fair competition).
4.
Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah.
5.
Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap.
6.
Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi dalam berbagai
bidang usaha dan kegiatan.
Ekonomi Liberalisme
Di beberapa waktu yang lalu,
semenjak Boediono di calonkan sebagai wakil presiden. Nama “Boediono” menjadi
semakin popular. Munculnya nama Boediono sebagai cawapres waktu itu menimbulkan
beragam reaksi, sebagian pihak seperti kadin mendukung pencalonan Gubernur BI
ini, sebaliknya beberapa parpol koalisi PD masih melakukan penolakan terhadap
Boediono. Salah satu alasan penolakan yang mengemuka adalah karena Boediono
disinyalir menganut paham “Neoliberalisme” yang katanya sangat merugikan negeri
tercinta ini, banyak kalangan berharap paham ekonomi kerakyatan yang seharusnya
dipakai di negeri ini.
Neoliberalisme itu istilah
licin yang sering mengecoh pemakainya. Misalnya, ekonomi pasar dianggap identik
neoliberalisme. Neoliberalisme memang melibatkan aplikasi ekonomi-pasar, tetapi
tidak semua ekonomi-pasar bersifat neoliberal (ekonomi pasar sosial, bukan
neoliberal). Atau, privatisasi sering dilihat identik dengan ciri kebijakan
neoliberal. Padahal, tidak semua program privatisasi bersifat neoliberal.
Awalan neo (baru) pada istilah
neoliberalisme menunjuk gejala kemiripan tata ekonomi 30 tahun terakhir dengan
masa kejayaan liberalisme ekonomi di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, yang
ditandai dominasi financial capital dalam proses ekonomi. Namun, apa
yang terjadi dalam 30 tahun terakhir bercorak lebih ekstrem daripada seabad
lalu.
Reinkarnasi liberalisme
ekonomi akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 dalam bentuk lebih ekstrem itu
berlangsung dengan mengakhiri era besar yang disebut embedded liberalism.
Embedded liberalism merupakan model ekonomi setelah Perang Dunia II
hingga akhir dekade 1970-an. Intinya, kinerja ekonomi pasar dikawal dengan
seperangkat aturan yang membuat relasi antara modal dan tenaga-kerja tidak
selalu berakhir dengan subordinasi labour pada capital. Seperti tata ekonomi
seabad lalu, neoliberalisme berisi kecenderungan lepasnya kinerja modal dari
kawalan, tetapi dalam bentuk lebih ekstrem.
Lain dengan liberalisme abad
ke-19, neoliberalisme berkembang melalui reduksi manusia sebagai makhluk
ekonomi (homo oeconomicus). Tak ada yang aneh pada reduksi itu.
Penciutan pengandaian itu tidak dengan sendirinya keliru. Keketatan berpikir
dalam kinerja tiap ilmu biasanya melibatkan penciutan, seperti geografi
berangkat dari pengandaian manusia sebagai makhluk ruang; ilmu hukum dari
premis manusia sebagai makhluk tata aturan. Yang menarik dari visi neoliberal
adalah pengandaian manusia sebagai homo oeconomicus direntang luas untuk
diterapkan pada semua dimensi hidup manusia.
Pada gilirannya, perspektif oeconomicus
itu direntang untuk menjadi prinsip pengorganisasian seluruh masyarakat. Inilah
aspek yang mungkin paling tegas membedakan ekonomi neoliberal dari ekonomi
liberal klasik.
Tak ada teori yang berjalan
sendiri. Dalam stagnasi ekonomi negara-negara maju pada dasawarsa 1970-an, dan
dalam revolusi teknologi informasi sejak awal dekade 1980-an, kecenderungan itu
mengalami evolusi lanjut dan menghasilkan ciri utama neoliberalisme.
Perspektif oeconomicus
bukan hanya direntang untuk diterapkan pada dimensi lain hidup manusia, bahkan
dalamperspektif oeconomicus sendiri berkembang hierarki prioritas: prioritas
sektor finansial (financial capital) atas sektor-sektor lain dalam
ekonomi.
Hasilnya adalah revolusi
produk finansial, seperti derivatif, sekuritas, dan semacamnya. Tren ini lalu
mempertajam pembedaan antara sektor virtual dan sektor riil dalam ekonomi,
dengan prioritas yang pertama. Dalam bahasa sederhana, proses ekonomi bergerak
dengan prioritas transaksi uang ketimbang produksi barang / jasa riil.
Ada anggapan, maraknya
transaksi produk-produk finansial akan mengalir langsung ke investasi di sektor
riil (dalam bentuk pabrik atau sepatu), yang diharapkan menyediakan lapangan
kerja dan mengurangi pengangguran. Ekonom Gacrard Dumacnil dan Dominique Lacvy
punya temuan penting dengan data statistik menawan. Dalam karya baru, Capital
Resurgent (2004), mereka menemukan tetesan itu amat minim, di AS maupun di
Perancis. Kesimpulannya, finance finances it self, but does not
finance investment. Pokok ini sentral karena kritik atas neoliberalisme
biasanya dianggap sikap anti-investasi, antipertumbuhan, antiekonomi pasar, dan
semacamnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah melihat uraian di atas
di Indonesia seharusnya menerapkan ekonomi kerakyatan. Ekonomi ini bertumpu
pada sektor-sektor ekonomi rakyat, salah satu contoh adalah UMKM yang berada di
berbagai daerah perlu ditingkatkan. Dengan mengetahui potensi-potensi daerah yang
ada, pemerintah seharusnya bisa memodali dalam bentuk uang ataupun fasilitas
misalnya memberikan bantuan tunai untuk mengembangkan UMKM yang berada di
daerah itu serta memberikan pelatihan-pelatihan bagaimana cara mengembangkan
usaha. Dengan begitu, juga dapat mengurangi pengangguran-pengangguran di
sektor-sektor informal.
Selain itu, seperti yang sudah
dijelaskan di atas perlu difasilitasi dengan teknologi yang sudah berkembang di
era globalisasi ini. Salah satu contoh dengan gagasan pusat komunikasi bisnis
berbasis web. Ini diberikan pemahaman-pemahaman bagaimana menggunakan fasilitas
internet, web untuk mengembangkan UMKM yang ada. Salah satu faktor pendukung
memperluas pasar baik dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam hal ini juga diperlukan adanya
kerja sama dengan pemerintah. Kita tahu, salah satu kendala tersalurnya modal
yaitu korupsi yang banyak dilakukan oleh para pejabat di pemerintahan pusat
ataupun di daerah. Selama ini belum dapat teratasi, kemungkinan sangat sulit
menjalankan sistem ini. Uang yang seharusnya untuk modal pengembangan UMKM di
daerah-daerah tidak dapat tersalurkan semuanya. Terkadang masyarakat hanya
memperoleh sebagian atau mungkin hanya sedikit yang sudah dianggarkan. Apa pun
itu, untuk sistem ekonomi yang sudah dialami dahulu dan berdampak sampai
sekarang. Terlebih lagi masalah privatisasi, ini seharusnya dijadikan
pelajaran untuk ke depan bagaimana membangun Indonesia yang lebih baik lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar